Isu Lingkungan Tentang Illegal Logging Kalimantan Barat
A.
Illegal Logging
Menurut Tacconi ( dalam Tomi Prasetyo
Noya 2013:12), pembalakan liar atau kegiatan hutan ilegal meliputi semua
tindakan ilegal yang berhubungan dengan ekosistem hutan, demikian juga industri
yang berhubungan dengan hutan dan hasil hutan kayu serta non-kayu. Kegiatan itu
meliputi tindakan yang melanggar hak-hak atas lahan hutan, melakukan korupsi
untuk mendapatkan konsesi hutan, dan semua kegiatan pada seluruh tahap
pengelolaan hutan dan rantai produksi barang dari hutan, dari tahap penanaman
hingga penebangan dan pengangkutan bahan baku serta bahan jadi hingga
pengelolaan keuangan.[1]
Dalam Inpres Nomor 5 Tahun 2001
menyebutkan bahwa Illegal Logging adalah penebangan kayu di kawasan hutan
dengan tidak sah.[2]
Sedangkan menurut Haryadi Kartodiharjo,
2003 mengatakan bahwa Illegal Logging merupakan penebangan kayu secara tidak
sah dan melanggar peraturan perundang-undangan, yaitu berupa pencurian kayu di
dalam kawasan hutan negara atau hutan hak dan atau pemegang ijin melakukan
penebangan melebihi dari jatah yang telah ditetapkan dalam Perizinan.[3]
Illegal Logging menurut UU No
41/1999 tentang Kehutanan adalah perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh
setiap orang/kelompok orang atau badan hukum dalam bidang kehutanan dan
perdagangan hasil hutan berupa; menebang atau memungut hasil hutan kayu (HHK)
dari kawasan hutan tanpa izin, menerima atau membeli HHK yang diduga dipungut
secara tidak sah, serta mengangkut atau memiliki HHK yang tidak dilengkapi
Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan (SKSHH).[4]
Dalam Undang-Undang No. 19 Tahun
2004 Tentang Kehutanan (selanjutnya disebut UU Kehutanan), kategori illegal
logging menurut Pasal 50, antara lain: mengerjakan dan atau menggunakan dan
atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah (ilegal), merambah kawasan
hutan, melakukan penebangan pohon dalamkawasan hutan, membakar hutan, dan
lain-lain. Dimensi dari kegiatan illegal logging, yaitu: (1) perizinan, apabila
kegiatantersebut tidak ada izinnya atau belum ada izinnya atau izin yang telah
kadaluarsa, (2) praktek, apabila dalam praktek tidak menerapkan logging
yang sesuai peraturan, (3)lokasi, apabila dilakukan pada lokasi diluar izin,
menebang di kawasan konservasi/lindung, atau asal-usul lokasi tidak dapat ditunjukkan,
(4) produksi kayu,apabila kayunya sembarangan jenis (dilindungi), tidak ada
batas diameter, tidak ada identitas asal kayu, tidak ada tanda pengenal
perusahaan, (5) dokumen, apabila tidak ada dokumen sahnya kayu, (6)
pelaku, apabila orang-perorang atau badan usaha tidak memegang izin usaha
logging atau melakukan kegiatan pelanggaran hukumdibidang kehutanan, dan (7)
penjualan, apabila pada saat penjualan tidak ada dokumen maupun ciri fisik kayu
atau kayu diseludupkan
Jadi, pada hakikatnya, pembalakan liar
(illegal logging) adalah kegiatan penebangan, pengangkutan dan penjualan
kayu yang tidak sah atau tidak memiliki izin dari otoritas setempat. Definisi
yang jelas, praktis dan dapat diterima mengenai legalitas diperlukan untuk
setiap negara sebagai dasar instrumen pasar, seperti verifikasi legalitas, dan
untuk penegakan hukum. Ada banyak tantangan dalam mengembangkan definisi
tentang legalitas, seperti menarik benang merah antara pelanggaran berat dan
kecil serta konflik antara hukum adat dan hukum formal. Di sini, kami
memberikan ringkasan tentang apa saja yang menyusun suatu kegiatan kehutanan
yang ilegal. Kami tidak bermaksud memberikan definisi yang spesifik. Aliansi
ini, sebagaimana yang dibahas di bagian selanjutnya pada laporan ini, sedang
menyusun definisi tentang legalitas untuk Indonesia.
B.
Illegal Logging di Kalimantan Barat
Badan Reserse
Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri membekuk seorang pemilik modal atau bos
terkait kasus illegal logging atau pembalakan liar di Kalimantan Barat. Kepala
Subdit Dittupidter Bareskrim Polri, Kombes Pol Irsan mengatakan, tersangka
berinisial AK tersebut ditangkap pada Rabu (17/1/2018) lalu. AK ditangkap
setelah melalui serangkaian penyelidikan terkait sumber dana aktivitas illegal
logging yang terjadi di daerah Sandai, Kabupaten Ketapang, yang diungkap
Bareskrim Polri pada 19 November 2017 lalu. dalam penggerebekan gudang kayu
milik perusahaan yang dikelola AK di daerah Ambawang pertengahan November 2017
lalu, polisi menyita 390 kubik atau 40.959 batang kayu yang diamankan di tiga
lokasi, antara lain di Kecamatan Sandai Kabupaten Ketapang; gudang kayu di
Sungai Ambawang Jalan Trans Kalimantan KM21, dan; Pelabuhan Dwikora Pontianak.
"Kayu tersebut berasal dari Sandai, Kabupaten Ketapang, yang rencananya akan
dibawa ke Jakarta. (Kompas.Com, 19/01/2018).[5]
Khasus Illegal Logging ini sebenarnya
sudah marak terjadi di kalimantan barat terutama di daerah pedalaman seperti di
Kecamatam sandai yang banyak di antara masyarakatnya mengantungkan hidup dari
bekerja sebagai pembalak kayu liar. Bahkan pemasuk kayu illegal banyak berasal
dari sandai seperti kayu ulin yang biasanya di muat dengan mobil truk untuk
dibawa ke pontianak untuk di jual kepada penampung dengan harga yang sangat
mahal sesuai dengan ukuran dan kualitas kayu yang di bawa dan di hasilkan,
seperti info yang di dapat satu kayu berukuran 8x8 biasa di jual sekitaran
100-200 perbatang itu pun sesuain dengan kualitas kayu yang di hasilkan. Selain
juga di daerah kecamatan sandai juga masih banyak ketersedian kayu sehingga
dengan mudah untuk mandapatkan kayu untuk di gunakan pembangunan di berbagai
daerah yang memerlukan kayu ulin. Tetapi sudah beberapa tahun ini kegiatan
illegal logging di kalimantan barat sudah berkurang akibat tegasnya kapolri
dalam menanggapi masalah illegal logging ini terbukti bahwa sudah banyak
kepala-kepala dalangnya yang sudah ditangkap dimasukan dalam buih penajara
sesuai dengan aturan yang berlaku berdasarkan UU No 41/1999 tentang Kehutanan
atau dengan hukuman perjara 1 tahun 6 bulan dengan denda seratus juta rupiah
perorang hukuman kurungan selama itu sudah di potong hukuman yang awalnya 2
tahun untuk setiap tindak pidana illegal logging baik merusak dan Merusak
prasarana dan sarana perlindungan hutan, Kegiatan yang keluar dari ketentuan
perizinan sehingga merusak hutan Menebang pohon tanpa izin. Menerima,
membeli atau menjual, menerima tukar, menerima titipan, menyimpan, atau
memiliki hasil hutan yang diketahui atau patut diduga sebagai hasil hutan
illegal.Mengangkut, menguasai atau memiliki hasil hutan tanpa SKSHH, Membawa
alat-alat berat dan alat-alat lain pengelolaan hasil hutan tanpa izin.
DAFTAR PUSTAKA
Hariadi kartodihardjo, “masalah kelembagaan dan arah kebijakan
rehabilitasi hutan dan lahan.
Intruksi
Presiden Republik Indonesia Nomor 5 tahun 2001”.
Kompas.Com (19/01/2018) Bareskrim Polri
Bekuk Bos "Illegal Logging" di Kalimantan Barat. Hhtp://www. Kompas.com.
diakses 12/10/2018.
Tomi Prasetyo Noya, Tijauan Yuridis Terhadap Penegakan Hukum Pidana dalam Perkara Tindak
Pidana Illegal Logging berdasarkan UU.No.41/1999 Tentang Kehutanan.
Makasar.
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan.
[1]
Tomi
Prasetyo Noya, Tijauan Yuridis Terhadap
Penegakan Hukum Pidana dalam Perkara Tindak Pidana Illegal Logging berdasarkan
UU.No.41/1999 Tentang Kehutanan. Makasar
hlm 12
[2] Intruksi Presiden Republik
Indonesia Nomor 5 tahun 2001.
[3] Hariadi kartodihardjo , masalah kelembagaan dan arah kebijakan
rehabilitasi hutan dan lahan. Hlm 2
[4] Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan.
[5]
Kompas.Com (19/01/2018) Bareskrim Polri Bekuk Bos "Illegal Logging"
di Kalimantan Barat.Hhtp://www.Kompas.com.diakses12/10/2018.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar