Minggu, 14 Oktober 2018

ISU ILLEGAL LOGING KALIMANTAN BARAT

Isu Lingkungan Tentang Illegal Logging Kalimantan Barat

A.    Illegal Logging
Menurut Tacconi ( dalam Tomi Prasetyo Noya 2013:12), pembalakan liar atau kegiatan hutan ilegal meliputi semua tindakan ilegal yang berhubungan dengan ekosistem hutan, demikian juga industri yang berhubungan dengan hutan dan hasil hutan kayu serta non-kayu. Kegiatan itu meliputi tindakan yang melanggar hak-hak atas lahan hutan, melakukan korupsi untuk mendapatkan konsesi hutan, dan semua kegiatan pada seluruh tahap pengelolaan hutan dan rantai produksi barang dari hutan, dari tahap penanaman hingga penebangan dan pengangkutan bahan baku serta bahan jadi hingga pengelolaan keuangan.[1]
Dalam Inpres Nomor 5 Tahun 2001 menyebutkan bahwa Illegal Logging adalah penebangan kayu di kawasan hutan dengan tidak sah.[2]
Sedangkan menurut Haryadi Kartodiharjo, 2003 mengatakan bahwa Illegal Logging merupakan penebangan kayu secara tidak sah dan melanggar peraturan perundang-undangan, yaitu berupa pencurian kayu di dalam kawasan hutan negara atau hutan hak dan atau pemegang ijin melakukan penebangan melebihi dari jatah yang telah ditetapkan dalam Perizinan.[3]
Illegal Logging menurut UU No 41/1999 tentang Kehutanan adalah perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh setiap orang/kelompok orang atau badan hukum dalam bidang kehutanan dan perdagangan hasil hutan berupa; menebang atau memungut hasil hutan kayu (HHK) dari kawasan hutan tanpa izin, menerima atau membeli HHK yang diduga dipungut secara tidak sah, serta mengangkut atau memiliki HHK yang tidak dilengkapi Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan (SKSHH).[4]
Dalam  Undang-Undang No. 19 Tahun 2004 Tentang Kehutanan (selanjutnya disebut UU Kehutanan), kategori illegal logging menurut Pasal 50, antara lain: mengerjakan dan atau menggunakan dan atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah (ilegal), merambah kawasan hutan, melakukan penebangan pohon dalamkawasan hutan, membakar hutan, dan lain-lain. Dimensi dari kegiatan illegal logging, yaitu: (1) perizinan, apabila kegiatantersebut tidak ada izinnya atau belum ada izinnya atau izin yang telah kadaluarsa, (2) praktek, apabila dalam praktek tidak menerapkan logging yang sesuai peraturan, (3)lokasi, apabila dilakukan pada lokasi diluar izin, menebang di kawasan konservasi/lindung, atau asal-usul lokasi tidak dapat ditunjukkan, (4) produksi kayu,apabila kayunya sembarangan jenis (dilindungi), tidak ada batas diameter, tidak ada identitas asal kayu, tidak ada tanda pengenal perusahaan, (5) dokumen, apabila tidak ada dokumen sahnya kayu, (6) pelaku, apabila orang-perorang atau badan usaha tidak memegang izin usaha logging atau melakukan kegiatan pelanggaran hukumdibidang kehutanan, dan (7) penjualan, apabila pada saat penjualan tidak ada dokumen maupun ciri fisik kayu atau kayu diseludupkan
Jadi, pada hakikatnya, pembalakan liar (illegal logging) adalah kegiatan penebangan, pengangkutan dan penjualan kayu yang tidak sah atau tidak memiliki izin dari otoritas setempat. Definisi yang jelas, praktis dan dapat diterima mengenai legalitas diperlukan untuk setiap negara sebagai dasar instrumen pasar, seperti verifikasi legalitas, dan untuk penegakan hukum. Ada banyak tantangan dalam mengembangkan definisi tentang legalitas, seperti menarik benang merah antara pelanggaran berat dan kecil serta konflik antara hukum adat dan hukum formal. Di sini, kami memberikan ringkasan tentang apa saja yang menyusun suatu kegiatan kehutanan yang ilegal. Kami tidak bermaksud memberikan definisi yang spesifik. Aliansi ini, sebagaimana yang dibahas di bagian selanjutnya pada laporan ini, sedang menyusun definisi tentang legalitas untuk Indonesia.
B.      Illegal Logging di Kalimantan Barat
Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri membekuk seorang pemilik modal atau bos terkait kasus illegal logging atau pembalakan liar di Kalimantan Barat. Kepala Subdit Dittupidter Bareskrim Polri, Kombes Pol Irsan mengatakan, tersangka berinisial AK tersebut ditangkap pada Rabu (17/1/2018) lalu. AK ditangkap setelah melalui serangkaian penyelidikan terkait sumber dana aktivitas illegal logging yang terjadi di daerah Sandai, Kabupaten Ketapang, yang diungkap Bareskrim Polri pada 19 November 2017 lalu. dalam penggerebekan gudang kayu milik perusahaan yang dikelola AK di daerah Ambawang pertengahan November 2017 lalu, polisi menyita 390 kubik atau 40.959 batang kayu yang diamankan di tiga lokasi, antara lain di Kecamatan Sandai Kabupaten Ketapang; gudang kayu di Sungai Ambawang Jalan Trans Kalimantan KM21, dan; Pelabuhan Dwikora Pontianak. "Kayu tersebut berasal dari Sandai, Kabupaten Ketapang, yang rencananya akan dibawa ke Jakarta. (Kompas.Com, 19/01/2018).[5]
Khasus Illegal Logging ini sebenarnya sudah marak terjadi di kalimantan barat terutama di daerah pedalaman seperti di Kecamatam sandai yang banyak di antara masyarakatnya mengantungkan hidup dari bekerja sebagai pembalak kayu liar. Bahkan pemasuk kayu illegal banyak berasal dari sandai seperti kayu ulin yang biasanya di muat dengan mobil truk untuk dibawa ke pontianak untuk di jual kepada penampung dengan harga yang sangat mahal sesuai dengan ukuran dan kualitas kayu yang di bawa dan di hasilkan, seperti info yang di dapat satu kayu berukuran 8x8 biasa di jual sekitaran 100-200 perbatang itu pun sesuain dengan kualitas kayu yang di hasilkan. Selain juga di daerah kecamatan sandai juga masih banyak ketersedian kayu sehingga dengan mudah untuk mandapatkan kayu untuk di gunakan pembangunan di berbagai daerah yang memerlukan kayu ulin. Tetapi sudah beberapa tahun ini kegiatan illegal logging di kalimantan barat sudah berkurang akibat tegasnya kapolri dalam menanggapi masalah illegal logging ini terbukti bahwa sudah banyak kepala-kepala dalangnya yang sudah ditangkap dimasukan dalam buih penajara sesuai dengan aturan yang berlaku berdasarkan UU No 41/1999 tentang Kehutanan atau dengan hukuman perjara 1 tahun 6 bulan dengan denda seratus juta rupiah perorang hukuman kurungan selama itu sudah di potong hukuman yang awalnya 2 tahun untuk setiap tindak pidana illegal logging baik merusak dan  Merusak prasarana dan sarana perlindungan hutan, Kegiatan yang keluar dari ketentuan perizinan sehingga merusak hutan  Menebang pohon tanpa izin. Menerima, membeli atau menjual, menerima tukar, menerima titipan, menyimpan, atau memiliki hasil hutan yang diketahui atau patut diduga sebagai hasil hutan illegal.Mengangkut, menguasai atau memiliki hasil hutan tanpa SKSHH, Membawa alat-alat berat dan alat-alat lain pengelolaan hasil hutan tanpa izin.
DAFTAR PUSTAKA
Hariadi kartodihardjo, “masalah kelembagaan dan arah kebijakan rehabilitasi hutan dan lahan.
Intruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 5 tahun 2001”.
Kompas.Com (19/01/2018) Bareskrim Polri Bekuk Bos "Illegal Logging" di Kalimantan Barat. Hhtp://www. Kompas.com. diakses 12/10/2018.
Tomi Prasetyo Noya, Tijauan Yuridis Terhadap Penegakan Hukum Pidana dalam Perkara Tindak Pidana Illegal Logging berdasarkan UU.No.41/1999 Tentang Kehutanan. Makasar.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan.




[1] Tomi Prasetyo Noya, Tijauan Yuridis Terhadap Penegakan Hukum Pidana dalam Perkara Tindak Pidana Illegal Logging berdasarkan UU.No.41/1999 Tentang Kehutanan. Makasar  hlm 12
[2] Intruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 5 tahun 2001.
[3] Hariadi kartodihardjo , masalah kelembagaan dan arah kebijakan rehabilitasi hutan dan lahan. Hlm 2
[4] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan.
[5] Kompas.Com (19/01/2018) Bareskrim Polri Bekuk Bos "Illegal Logging" di Kalimantan Barat.Hhtp://www.Kompas.com.diakses12/10/2018.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

statistik uji

PENGETAHUAN MASYARAKAT TERHADAP PETA KONSESI PADA PERUSAHAAN PERKEBUNAN SAWIT DAN PELANGGARAN YANG TERJADI

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Kerusakan lingkungan, khususnya di Indonesia, telah terjadi pada berbagai tempat dan berb...